TB Meningitis: Tantangan Diagnosis Dini dan Implikasi terhadap Morbiditas serta Mortalitas
DOI:
https://doi.org/10.52386/neurona.v40i2.794Abstrak
Bulan Maret merupakan hari tuberkulosis (TBC) dunia yang di peringati setiap tanggal 24. Indonesia menempati urutan kedua
terbanyak setelah India pada prevalensi tuberkulosis, Global TB Report 2023 mencatat sekitar 1 juta kasus baru dan kematian akibat TBC
per tahun di Indonesia mencapai 100.000 kasus. Secara global, 8% kasus berasal dari Indonesia. TB meningitis (TBM) merupakan
penyebab mortalitas tersering pada kasus TB ekstrapulmonal, bahkan, dari TB pulmonal itu sendiri. TBM merupakan penyebab tersering
pada kasus-kasus infeksi serebral. The Lancet Global Health Commision, melaporkan 50% mortalitas TBM disebabkan oleh buruknya
layanan kesehatan. Bermacam kendala dalam tata laksana TBM, mulai dari penegakan diagnosis, modalitas, regimen pengobatan, hingga
faktor kemampuan sarana kesehatan dalam menangani TBM.
Manifestasi klinis yang kadang tidak khas terkadang tidak dikenali sebagai manifestasi TBM, seperti gangguan kognitif, manifestasi
klinis menyerupai stroke, gangguan gerak bola mata, dan defisit neurologis lainnya, menyebabkan progresifitas infeksi yang semakin
berat. Bahkan, tidak jarang tenaga kesehatan membuat diagnosis selain TBM pada tahap awal perjalanan penyakit. World Health
Organization membagi keterlambatan diagnosis berdasarkan waktu, penegakan diagnostik, dan inisiasi medikamentosa antituberkulosa.
Pada literatur, bahkan, disebutkan keterlambatan penegakan diagnosis dapat terjadi hingga 2 bulan. Hal-hal tersebut menjadi tantangan
bagi para neurolog untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap TBM, bahkan, pemahaman klinis TBM juga perlu diberikan pada dokter
umum yang sering kali menjumpai pasien pada stadium awal. Literatur melaporkan 35% kasus pertama kali berobat pada praktek-praktek
pribadi dan sisanya pada Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskemas) bahkan fasilitas kesehatan informal seperti apotik, toko obat, dll.
Jika kecepatan dan ketepatan diagnosis TBM dapat dilakukan pada tahap awal perjalanan penyakit, akan ada dampak besar pada
penurunan morbiditas dan mortalitas TBM. Melengkapi sarana-sarana kesehatan mulai dari primer hingga sekunder dengan diagnostik
laboratorium hingga imajing. Selain itu tindakan lumbal pungsi juga penting dilakukan pada layanan Kesehatan sekunder, di samping
ketersediaan diagnostik imajing CT scan kepala kontras. Peranan pemerintah dalam pembuatan kebijakan-kebijakan pada pembiayaan
penjaminanan nasional juga menentukan ketepatan dan kecepatan diagnosa.
Kolaborasi yang baik akan memperkuat kewaspadaan dan kemampuan penanganan TBM, yang berdampak mengurangi morbiditas
serta mortalitas TBM. Selamat hari tuberkulosis, bersama, kita bisa.