Majalah Kedokteran Neurosains Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona <div style="display: none;"> </div> <div style="display: none;"> </div> <p>Neurona merupakan satu-satunya jurnal yang memuat perkembangan penelitian dan kasus terbaru bidang neurosains di Indonesia. Jurnal ini diterbitkan setiap 3 bulan sekali oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf (PERDOSNI) Pusat di Indonesia.</p> <p>Sudah terakreditasi oleh kementrian pendidikan tinggi sejak tahun 2015 No.12/M/Kp/II/15 dan terindeks pada Google Scholar, Science and Technology Index (SINTA) dan Garba Rujukan Digital (GARUDA).</p> id-ID neurona.perdossi@gmail.com (Mawaddah Ar Rochmah) neurona.perdossi@gmail.com (Bayan Basalamah) Sel, 19 Nov 2024 00:00:00 +0000 OJS 3.2.1.1 http://blogs.law.harvard.edu/tech/rss 60 PENGGANTIAN MEDIKAMENTOSA PADA PENYAKIT ALZHEIMER https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/308 <p>Penyakit alzheimer adalah penyakit neurodegeneratif yang berhubungan dengan usia. Penyakit ini adalah penyebab utama demensia, yang ditandai dengan penurunan progresif fungsi kognitif. Disamping angka kasus yang tinggi, menurunan fungsi kognitif pada penyakit alzhemier juga menimbulkan permasalahan di sisi medis dan juga sosial, yakni menimbulkan beban bagi yang merawat sayangnya penanganan penyakit Alzheimer masih belum efektif dan masih banyak kasus alzheimer yang tidak tepat dalam penanganannya. Penting untuk mengkaji manajemen terapi pada pasien Alzheimer serta prosedur peningkatan dosis dan penggantian terapinya untuk mencapai efektivitas terapi yang maksimal. Indikasi penggantian terapi yakni efek samping/ intoleransi, kepatuhan, interaksi obat, profil dosis dan rendahnya efikasi.</p> <p>Kata kunci: Alzheimer, demensia, medikamentosa, terapi</p> Pukovisa Prawiroharjo, Diatri Nari Lastri Hak Cipta (c) 2024 NEURONA https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/308 Min, 18 Mei 2025 00:00:00 +0000 EFEKTIVITAS TOKSIN BOTULINUM TIPE A TERHADAP SKALA SPASME, SKALA DEPRESI DAN KUALITAS HIDUP PASIEN HEMIFASIAL SPASME DI RSUD CIAWI https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/560 <p style="font-weight: 400;"><strong>Pendahuluan:</strong> Sekitar 10/100.000 individu di seluruh dunia mengalami hemifasial spasme (HFS) dengan rasio wanita : pria (2:1). Sekitar 90% pasien HFS mengalami gangguan kehidupan sosial berupa isolasi diri hingga penurunan kualitas hidup. Terdapat berbagai terapi untuk HFS seperti terapi oral, injeksi toksin botulinum hingga pembedahan, namun tingkat respon terapi oral cukup rendah.</p> <p style="font-weight: 400;"><strong>Tujuan: </strong>Untuk mengetahui efektivitas injeksi toksin botulinum tipe A terhadap skala spasme, skala depresi dan kualitas hidup pasien HFS.</p> <p style="font-weight: 400;"><strong>Metode: </strong>Dilakukan penelitian kuasi eksperimental di RSUD Ciawi pada Mei-Desember 2023. Pengambilan data menggunakan teknik <em>total sampling</em>, dilakukan penyuntikan <em>Clostridium botulinum</em> neurotoksin tipe A lalu dilakukan <em>follow-up</em> selama 2 minggu, 1 bulan dan 2 bulan setelah penyuntikan. Kami menggunakan skala Jankovic yang telah dimodifikasi, <em>Mini International Neuropsychiatric Interview </em>dan kriteria HFS-7 sebagai instrumen penelitian.</p> <p style="font-weight: 400;"><strong>Hasil: </strong>Sebanyak 29 pasien berusia 30-93 tahun (31% pria dan 69% wanita), sebanyak 69% mengalami HFS sinistra dan 31% HFS dextra. Sebanyak 44,8% pasien memiliki komorbid berupa hipertensi. Sebanyak 81,8% pasien HFS derajat 2 dan 71,4% pasien HFS derajat 1 mengalami perbaikan derajat spasme setelah 2 minggu penyuntikan (<em>p-value </em>= 0,046 dan 0,025). Kedua derajat pasien mengalami perbaikan skala depresi setelah 2 minggu penyuntikan hingga bulan ke 2 tanpa <em>p-value </em>yang bermakna (p = &gt; 0,05). Terjadi perbaikan kualitas hidup pada pasien HFS derajat 1 dan 2 (<em>p-value </em>= 0,001).</p> <p style="font-weight: 400;"><strong>Diskusi: </strong>Penyuntikan <em>Clostridium botulinum</em> neurotoksin tipe A efektif dalam memperbaiki derajat spasme, depresi dan kualitas hidup pasien hemifasial spasme di RSUD Ciawi.</p> <p style="font-weight: 400;"><strong>Kata Kunci:</strong> Derajat Spasme, Eksperimental, Hemifasial Spasme, Kualitas Hidup, Toksin Botulinum</p> Celine Cornelia, Ismi Adhanisa Hamdani, Maula N. Gaharu, Lydia Agustina Hak Cipta (c) 2024 NEURONA https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/560 Min, 18 Mei 2025 00:00:00 +0000 ANALISIS KEJADIAN STRESS ULCER PADA PASIEN STROKE SEBAGAI PREDIKTOR ANGKA MORTALITAS https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/492 <p><strong>Pendahuluan:</strong> Stroke merupakan penyakit dengan angka kejadian, kematian dan kecacatan yang tinggi. <em>World Health Organization (</em>WHO<em>)</em> memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan meningkat menjadi 8 juta di tahun 2030. Stroke juga dapat menyebabkan kerusakan organ-organ perifer, salah satunya adalah <em>stress ulcer</em>. Komplikasi tersebut dapat mempengaruhi pengobatan dan prognosis, serta berhubungan dengan peningkatan angka kematian.</p> <p><strong>Tujuan: </strong>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kejadian <em>stress ulcer</em> dengan angka mortalitas pada pasien stroke.</p> <p><strong>Metode:</strong> Penelitian dengan pendekatan studi retrospektif observasional. Data diperoleh melalui rekam medis pasien yang terdiagnosis stroke di Instalasi Rawat Inap RSUD Prambanan dalam periode bulan Januari 2022 - Desember 2022. Penilaian karakteristik pasien stroke menggunakan analisis univariat dan analisis kejadian <em>stress ulcer</em> dengan angka mortalitas pasien menggunakan analisis bivariat (Pearson Chi-Square dan koefisien kontingensi).</p> <p><strong>Hasil:</strong> Karakteristik pasien pada penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok tertinggi yang mengalami stroke adalah pasien laki-laki (50,7%) dan pasien berusia di atas 60 tahun (67,9%). Angka kejadian <em>stress ulcer</em> pada pasien stroke sebanyak 22 orang (15,7%), dan pasien stroke dinyatakan meninggal sebanyak 32 orang (22,9%). Analisis bivariat menunjukkan bahwa <em>stress ulcer</em> pada pasien stroke merupakan faktor risiko kematian yang kuat (OR=12,731; 95% CI=4,528-35,799; p &lt; 0,001).</p> <p><strong>Diskusi:</strong> Faktor risiko terjadinya stroke dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, riwayat penyakit (hipertensi, kardiovaskular, dislipidemia, diabetes mellitus), dan merokok. Stroke hemoragik lebih berpotensi menimbulkan <em>stress ulcer</em> dibandingkan stroke iskemik. <em>Stress ulcer</em> yang muncul akibat respon stres kronis dari disregulasi <em>HPA-axis</em> menjadi prediktor kuat angka mortalitas pasien stroke di Instalasi Rawat Inap RSUD Prambanan.</p> <p><strong>Kata kunci</strong>: Mortalitas, <em>stress ulcer</em>, stroke</p> Astuti Tjondronegoro, Aji Muthiah Nur Azizah, Vemmy Octaviana Claudia Hak Cipta (c) 2024 NEURONA https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/492 Min, 18 Mei 2025 00:00:00 +0000 Stigma Epilepsi Dari Masyarakat dan ODE https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/425 <p>Epilepsi merupakan penyakit gangguan kronis pada otak yang ditandai dengan kejang berulang, di Indonesia penyakit epilepsi masih sering dianggap sebagai kutukan ataupun kerasukan roh jahat, yang pada akhirnya menimbulkan stigma negatif terhadap epilepsi.</p> <p>&nbsp;</p> <p><strong>Penelitian ini bertujuan untuk melihat stigma epilepsi dari masyarakat maupun orang dengan epilepsi (ODE).</strong></p> <p><strong>&nbsp;</strong></p> <p><strong>Dengan menggunakan metode deskriptif melalui kuesioner yang disebarkan pada kawasan Universitas Tarumanagara dan pada komunitas ODE periode Desember 2022 - Februari 2023. Dengan kriteria ODE, mahasiswa dan karyawan di Universitas Tarumanagara yang bersedia mengisi kuesioner. Sebanyak 108 responden dari masyarakat awam dan 57 responden ODE yang turut serta mengisi kuesioner.</strong></p> <p><strong>&nbsp;</strong></p> <p><strong>Dalam hal pertemanan: masyarakat umum mau berteman dengan penderita epilepsi sebanyak (80,4%), sedangkan ODE takut dijauhi oleh teman maupun lingkungan sekitar sebanyak (41,4%). Dalam hal pendidikan: masyarakat umum menganggap epilepsi dapat mempengaruhi pendidikan seorang penderita (24,3%), sedangkan ODE merasa sulit untuk menggapai cita-cita yang dimana penyakit epilepsi dapat membuat gangguan kognitif seseorang terganggu (27,0%). Dalam bidang pekerjaan: masyarakat awam mau memperkerjakan seorang penderita epilepsi sebanyak (56,1%), sedangkan ODE beranggapan bahwa penderita epilepsi sulit mencari pekerjaan sebanyak (45,0%). Berdasarkan gambaran tersebut, stigma epilepsi dalam masyarakat tidak menghambat ODE untuk bersosialisasi dan bekerja, tetapi stigma dalam ODE lebih menghambat ODE sendiri untuk bersosialisasi dan berkerja. Tetapi terkait pendidikan terdapat perbedaan yang tidak terlalu jauh terkait pendidikan pada ODE dan bagaimana ODE dalam meraih cita-cita. Hal inilah yang sepertinya mendorong banyak penderita epilepsi yang lebih memilih untuk bekerja sebagai wirausahawan dibandingkan bekerja sebagai karyawan karena merasa sulit mencari pekerjaan.</strong></p> Natasya Natasya Hak Cipta (c) 2024 NEURONA https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/425 Min, 18 Mei 2025 00:00:00 +0000 Obstructive Sleep Apnea pada Usia Muda https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/454 <p><em>Obstructive Sleep Apnea</em> (OSA) adalah salah satu gangguan pernapasan saat tidur yang ditandai dengan adanya penyempitan periodik serta obstruksi jalan napas faring. Pasien OSA mengalami banyak gejala yang melibatkan serangkaian proses fisiologis dan mengarah kepada berbagai penyakit. Sejumlah penelitian telah memaparkan bahwa OSA tidak hanya terjadi pada usia dewasa paruh baya tetapi dapat terjadi juga pada usia muda. Hingga saat ini OSA terutama pada usia muda tetap menjadi tantangan karena gangguan tidur ini bersifat ringan atau bahkan asimptomatik di usia muda serta pemeriksaan baku emas yaitu polisomnografi yang mahal dan memakan waktu untuk dilakukan. Tinjauan pustaka ini membahas mengenai kejadian OSA pada usia muda khususnya mengenai pengaruhnya terhadap kesehatan, prestasi akademik, dan ekonomi mahasiswa</p> Adinda Ilsa Maulida Hak Cipta (c) 2024 NEURONA https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/454 Min, 18 Mei 2025 00:00:00 +0000 RANGKAIAN KASUS CEDERA OTAK PENETRASI: PATOMEKANISME, IMPLIKASI KLINIS, DAN PENATALAKSANAAN DENGAN SUMBER DAYA TERBATAS https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/396 <p>Cedera penetrasi otak berbeda dengan cedera tumpul dalam robekan duramater dan transmisi energi kinetik ke struktur sekitarnya sepanjang jalur penetrasi. Karakteristik klinis unik dari cedera penetrasi otak (CPO) tentu memerlukan pendekatan kasus demi kasus, namun ada beberapa prinsip yang dapat diterapkan dalam hampir setiap kasus dan perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan hasilnya. Kami menyajikan tiga kasus CPO dengan mekanisme dan hasil yang berbeda. Dua kasus disajikan dengan CPO non-misil, sedangkan kasus ketiga disajikan dengan CPO misil. Kami juga menyajikan tinjauan literatur saat ini yang menyoroti berbagai patomekanisme, implikasi klinis, dan pendekatan kunci dalam mengelola CPO, terutama dalam pengaturan dengan sumber daya terbatas.</p> Putri Andini, Mohammad Reynalzi Yugo, Reyhan Eddy Yunus, Pukovisa Prawiroharjo Hak Cipta (c) 2024 NEURONA https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/396 Min, 18 Mei 2025 00:00:00 +0000 Paralisis Periodik Hipokalemia Menyerupai Sindom Guillain-Barre pada Wanita 36 Tahun : Laporan Kasus https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/495 <p><strong>Pendahuluan : </strong>Paralisis Periodik Hipokalemia (PPH) merupakan kelompok penyakit dengan manifestasi paralisis flaksid akut dan hipokalemi (&lt;3,5 mmol/L). PPH dibagi menjadi penyebab herediter dan didapat. Selain kelemahan anggota gerak, terdapat keluhan lain yang dilaporkan terkait gejala sensorik seperti kesemutan dan kebas pada anggota gerak. Keluhan ini dapat menyerupai penyakit lain seperti Sindrom Guillain-Barre (SGB). Misdiagnosis antara PPH dan SGB dapat terjadi karena manifestasi dari penyakit PPH serupa pada tahap awal penyakit SGB. Kesalahan diagnosis dapat menyebabkan terapi yang keliru dan berpotensi membahayakan nyawa. <strong>Laporan Kasus : </strong>Wanita 36 tahun dirujuk ke RS dengan diagnosis suspek SGB. Pasien mengeluhkan kelemahan anggota gerak sejak lima hari. Kelemahan diawali pada kedua kaki lalu ke tangan. Keluhan disertai dengan rasa pegal pada tangan dan kaki sekitar dua minggu sebelumnya serta adanya rasa kesemutan pada mulut, tangan, dan kaki. Kekuatan motorik ekstremitas 3/3/3, kecuali pada ekstremitas inferior dekstra 2/2/2. Pemeriksaan refleks fisiologis +1 dan tonus otot berkurang. Pemeriksaan sensorik intak. Terdapat perbedaan nilai kalium antara sebelum dan setelah dirujuk (K<sup>+</sup> 3,76 mmol/L vs 1.0 mmol/L). Perbaikan klinis bermakna setelah dilakukan terapi koreksi kalium. <strong>Diskusi : </strong>Manifestasi PPH yang muncul tidak hanya terkait kelainan motorik pasien, namun juga sensorik berupa kesemutan dan kebas. Mekanisme terjadinya disfungsi sensorik tidak begitu dipahami, namun disugestikan akibat gangguan metabolisme pada level radiks ganglia dorsalis. Sehingga diagnosis banding PPH dapat dimunculkan pada kelemahan flaksid akut disertai gejala sensorik. Dapat dipertimbangkan untuk melakukan pengecekan elektrolit ulang apabila faktor risiko dan gejala klinis kuat mengarah pada diagnosa klinis PPH.</p> <p>Kata kunci : Paralisis Flaksid Akut, Paralisis Periodik Hipokalemia, Sindrom Guillain-Barre</p> Rahardita Alidris, Prasetyo Tri Kuncoro Hak Cipta (c) 2024 NEURONA https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/495 Min, 18 Mei 2025 00:00:00 +0000 Hari Epilepsi Sedunia: Hari Ungu untuk Memberantas Stigma Epilepsi https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/561 <p><em>World Epilepsy Day</em> (Hari Epilepsi Sedunia), yang juga dikenal sebagai <em>Purple Day</em> (Hari Ungu), dirayakan setiap tahun pada tanggal 26 Maret. Hari ini didedikasikan untuk meningkatkan kesadaran tentang epilepsi, menghilangkan mitos dan stigma, serta menunjukkan dukungan bagi individu penderita epilepsi di seluruh dunia. Hari Ungu dimulai pada tahun 2008 oleh Cassidy Megan, seorang gadis asal Kanada yang ingin mendorong orang untuk berbicara tentang epilepsi dan memberi tahu seluruh penderita epilepsi di dunia bahwa mereka tidak sendirian. Sejak itu, Hari Ungu telah menjadi gerakan global, dengan orang-orang mengenakan ungu dan mengadakan acara untuk menunjukkan solidaritas kepada mereka yang terdampak epilepsy, tidak hanya penderita epilepsi, namun juga keluarga dan kerabat dekat mereka.</p> Mawaddah Ar Rochmah Hak Cipta (c) 2024 NEURONA https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/561 Min, 18 Mei 2025 00:00:00 +0000