NEURONA
https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona
<div style="display: none;"> </div> <div style="display: none;"> </div> <p>Neurona merupakan satu-satunya jurnal yang memuat perkembangan penelitian dan kasus terbaru bidang neurosains di Indonesia. Jurnal ini diterbitkan setiap 3 bulan sekali oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf (PERDOSNI) Pusat di Indonesia.</p> <p>Sudah terakreditasi oleh kementrian pendidikan tinggi sejak tahun 2015 No.12/M/Kp/II/15 dan terindeks pada Google Scholar, Science and Technology Index (SINTA) dan Garba Rujukan Digital (GARUDA).</p>PERDOSNIid-IDNEURONA0216-6402FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NYERI KEPALA PASKA ENDOVASKULAR COILING PADA PERDARAHAN SUBARAKHNOID
https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/456
<p style="font-weight: 400;"><strong>Pendahuluan</strong>: Nyeri kepala paska endovaskular coiling menurut ICHD-3 merupakan nyeri kepala baru akibat tindakan embolisasi coiling yang masih dirasakan penderita PSA rupture aneurisma 3 bulan paska coiling setelah menyingkirkan nyeri kepala akut terkait PSA. Penelitian prospektif sebelumnya menunjukkan adanya kejadian nyeri kepala paska tindakan pada 50% penderita unruptur aneurisma setelah endovaskular coiling. NamunSaat ini belum ada penelitian mengenai nyeri kepala paska tindakan endovaskular coiling pada aneurisma yang rupture.</p> <p style="font-weight: 400;"><strong>Tujuan :</strong> Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri kepala paska endovascular coiling pada perdarahan subarachnoid dengan rupture aneurisma.</p> <p style="font-weight: 400;"><strong>Metode:</strong> Studi kohort retrospektif, menggunakan data rekam medis di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Intenstas nyeri kepala dinilai menggunakan <em>Numerical Pain Rating Scale</em> dalam 3 bulan paska tindakan sesuai standar <em>ICHD-3</em>.</p> <p style="font-weight: 400;"><strong>Hasil:</strong> karakteristik terbanyak pada penelitian ini dengan usia > 50 tahun, berjenis kelamin perempuan (60.5%), mempunyai riwayat hipertensi (81.40%), grading Hunt dan Hess derajat 2 (41.9 %), mFisher derajat I (41.9%), berlokasi di ICA (34.9%), diameter aneurisma ≤ 5 mm (69.8%), onset tindakan ≤ 10 hari (58.1%), mRRC kelas I (53.5%) dan Packing Attenuation ≤ 25% (53.5%). Didapatkan 50% subjek mengalami nyeri kepala ringan paska endovaskular coiling. Pada analisis bivariat didapatkan derajat Hunt and Hess 4-5 (p=0.048) dan Packing Attenuation >25% (p=0.03) mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian nyeri kepala paska endovaskular coiling.</p> <p style="font-weight: 400;"><strong>Diskusi</strong>: Grading Hunt dan Hess 4-5 serta Packing Attenuation yang tinggi (>25%) berkaitan dengan kejadian nyeri kepala paska endovaskular coiling pada penderita PSA rupture aneurisma.</p> <p style="font-weight: 400;"><strong>Kata kunci:</strong> Perdarahan subarachnoid, rupture aneurisma, Endovaskular coiling, Nyeri kepala </p>Nurlia Puspita RatnasariPinto Desti RamadhoniHenry SugihartoLenny OctavinawatyBayu Haswatty
Hak Cipta (c) 2025 NEURONA
2025-03-062025-03-0640310.52386/neurona.v40i3.456Hubungan Kadar Plasma Leptin dan Fungsi Kognitif pada Lanjut Usia di Jakarta
https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/544
<p><strong>Pendahuluan:</strong> Peningkatan jumlah lanjut usia di Indonesia sering diiringi dengan peningkatan gangguan kognitif<em>.</em> Leptin diketahui memiliki fungsi protektif terhadap fungsi kognitif pada lanjut usia, namun hingga saat ini hasil temuan peran leptin pada fungsi kognitif masih beragam, dan belum banyak dibahas di Indonesia. Selain itu peneliti melakukan analisis tambahan menggunakan <em>Food Record</em> dan penilaian antropometri pada subjek.</p> <p><strong>Tujuan: </strong>Mengetahui hubungan antara kadar plasma leptin dengan fungsi kognitif pada lanjut usia di Jakarta.</p> <p><strong> </strong><strong>Metode: </strong>Merupkan penelitian analitik deskriptif potong lintang yang menggunakan <em>purposive sampling</em> sebagai metode pengambilan sampel. Subjek merupakan lanjut usia yang bertempat tinggal di Panti Sosial yang kemudian dilakukan pemeriksaan fungsi kognitif menggunakan instrumen MoCA-INA, kuesioner IADL, GPAQ, <em>Food Record</em>, plasma leptin, komposisi tubuh serta antropometri, yang dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat.</p> <p><strong>Hasil: </strong>Karakteristik subjek berusia 60-74 tahun, dengan mayoritas jenis kelamin wanita (69,1%), dengan status gizi normal (45,5%), massa lemak berkisar antara 18,10-57,10 %, massa otot berkisar antara 20,20-57,50 kg. Mayoritas tidak merokok, tingkat pendidikan rendah (≤ 12 tahun wajib belajar), aktifitas fisik sedang dengan keseluruhan kapasitas fungsional subjek mandiri. Sebesar (96,4%) lanjut usia mengalami gangguan fungsi kognitif, kadar leptin plasma memiliki nilai terendah 1,4 ng/mL, tertinggi 119,48 ng/m dengan median 6,2 ng/mL. Pada analisis bivariat ditemukan kadar leptin, IMT (Indeks Massa Tubuh), massa lemak, pendidikan, dan IADL memiliki hubungan bermakna dengan fungsi kognitif pada lanjut usia di Jakarta.</p> <p><strong>Diskusi: </strong>Korelasi kadar leptin plasma dengan fungsi kognitif pada lanjut usia di Jakarta memiliki korelasi positif sedang dengan nilai r 0,52 dan signifikansi 0,000.</p> <p><strong>Kata Kunci: </strong>fungsi kognitif, lanjut usia, leptin</p>Sandi Puspita PratiwiNinik MudjihartiniWiji LestariPukovisa Prawirohajo
Hak Cipta (c) 2025 NEURONA
2025-03-062025-03-0640310.52386/neurona.v40i3.544Korelasi Korelasi Antara Obat Anti Bangkitan dengan Profil Lipid Serum Pasien Epilepsi RSUD Dr. Moewardi Surakarta
https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/499
<p><strong>Pendahuluan</strong>: Tatalaksana pasien epilepsi yang utama adalah pemberian medikamentosa dengan menggunakan Obat Anti Bangkitan (OAB). Penggunaan OAB jangka panjang dapat mengakibatkan efek samping gangguan metabolik melalui interaksi pada enzim CYP450 yang terlibat dalam sintesis kolesterol, sehingga menyebabkan perubahan kadar profil lipid serum dan meningkatkan risiko gangguan kardiovaskular.</p> <p><strong>Metode</strong>: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan pendekatan deskriptif analitik yang melibatkan pasien epilepsi rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi selama periode tahun 2021-2022 sebagai subjek penelitian. Hubungan antara durasi terapi OAB dan kadar profil lipid serum (kolesterol total, <em>High Density Lower Lipoprotein</em> (HDL), <em>Low Density Lipoprotein</em> (LDL), trigliserida) dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman. Variabel perancu seperti usia, jenis kelamin, dosis obat, Indeks Massa Tubuh (IMT) dikendalikan dengan menggunakan analisis regresi linear bivariat.</p> <p><strong>Hasil</strong>: Didapatkan 198 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian, terdiri dari 102 laki-laki dan 96 perempuan dengan rentang usia 18-43 tahun. Pasien yang mendapatkan terapi OAB generasi pertama (Fenitoin (PHT), Asam Valproat (VPA), Karbamazepin (CBZ)) dengan durasi penggunaan OAB ≥ 3 tahun berkorelasi signifikan dengan kadar kolesterol total (r=0,169, p= 0,017), LDL (r=0,143, p=0,044), dan trigliserida (r=0,271, p=0,000).</p> <p><strong>Diskusi</strong>: Terdapat hubungan yang kuat antara durasi penggunaan OAB generasi pertama dengan kadar kolesterol, LDL, dan trigliserida pada pasien. Hal ini kemungkinan disebabkan karena efek samping OAB pada sistem enzim hepatik CYP450 yang memperburuk jalur metabolik dan berhubungan dengan peningkatan kadar profil lipid serum.</p> <p>Kata kunci: Epilepsi, durasi terapi, Obat Anti Bangkitan, profil lipid serum</p>Esti Nur Ekasari
Hak Cipta (c) 2025 NEURONA
2025-03-062025-03-0640310.52386/neurona.v40i3.499VALIDITAS MICHIGAN NEUROPATHY SCREENING INSTRUMENT VERSI BAHASA INDONESIA DALAM MENDETEKSI POLINEUROPATI DISTAL SIMETRIS DIABETIKA
https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/436
<p style="font-weight: 400;"><strong>Pendahuluan</strong>: <em>Distal Symmetric Polyneuropathy</em> (DSPN) atau polineuropati distal simetris adalah subtipe neuropati diabetika yang paling sering ditemukan pada pasien Diabetes Mellitus (DM). Skrining awal penting untuk mencegah komplikasi. Michigan Neuropathy Screening Instrument (MNSI) dibuat pada 1994 sebagai alternatif alat skrining neuropati diabetika. Instrumen ini belum tervalidasi pada populasi Indonesia.</p> <p style="font-weight: 400;"><strong>Tujuan</strong>: Mengetahui validitas dan reliabilitas MNSI versi Bahasa Indonesia dalam mendeteksi polineuropati distal simetris diabetika.</p> <p style="font-weight: 400;"><strong>Metode</strong>: Studi potong-lintang ini dilakukan di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, Makassar pada Desember 2021-Juni 2022. MNSI versi Indonesia dan elektromioneurografi (EMNG) dilakukan pada subjek yang memenuhi kriteria. Statistik dilakukan dengan <em>Statistical Package for the Social Sciences</em> (SPSS) versi 25. Protokol studi disetujui Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.</p> <p style="font-weight: 400;"><strong>Hasil</strong>: Sebanyak 102 subjek memenuhi kriteria, dan dibagi menjadi grup DM dengan DSPN (n=60) dan DM tanpa DSPN (n=42). Perbedaan signifikan ditemukan pada usia, indeks massa tubuh, durasi terdiagnosis DM, terapi DM, HbA1c, MNSI versi Bahasa Indonesia B, dan seluruh parameter EMNG (p<0,05). <em>Area Under Curve</em> (AUC) bagian B lebih besar daripada A (0,942 vs 0,606). <em>Cut-off</em> >=2,5 pada bagian B memiliki sensitivitas 95,0%, spesifisitas 90,5%, <em>Positive Predictive Value</em> (PPV) 93,4%, dan <em>Negative Predictive Value</em> (NPV) 92,7%.</p> <p style="font-weight: 400;"><strong>Diskusi</strong>: <em>Cut-off</em> >=2,5 pada MNSI versi Bahasa Indonesia B dianggap optimal. EMNG direkomendasikan untuk pasien DM dengan skor MNSI versi Bahasa Indonesia B >=2,5.</p> <p style="font-weight: 400;"><strong>Kesimpulan</strong>: MNSI versi Bahasa Indonesia adalah instrumen yang valid dan reliabel untuk mendeteksi polineuropati distal simetris diabetika pada populasi Indonesia.</p> <p><strong>Kata kunci</strong><span style="font-weight: 400;">: DSPN, Indonesia, MNSI, neuropati diabetika</span></p>Andi Kurnia BintangSusi AulinaYudy GoysalMuhammad Yunus AmranFirdaus HamidDenise Dewanto Setiawan
Hak Cipta (c) 2025 NEURONA
2025-03-062025-03-0640310.52386/neurona.v40i3.436Hubungan Disfagia Dengan Kejadian Gangguan Elektrolit Pada Pasien Stroke Iskemik Yang Dirawat Di Bangsal Saraf RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2023
https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/518
<p>Pendahuluan: Stroke iskemik merupakan jenis stroke yang paling banyak diderita menurut <em>South East Asian Medical Information</em> <em>Center </em>(SEAMIC). Prevalensi penyakit stroke di Riau sebesar 8,3% yang mengalami kenaikan dari tahun 2013. Salah satu gejala stroke iskemik adalah disfagia yang didefinisikan sebagai sulitnya menelan yang berarti sulitnya melewatkan makanan dari mulut menuju perut. Gejala ini dikhawatirkan karena menjadi penyebab umum dehidrasi berakibat gangguan elektrolit, <em>stroke associated pneumonia</em> (SAP) yang mampu meningkatkan angka mortalitas. Perlunya deteksi dini disfagia dapat menurunkan kejadian gangguan elektrolit.</p> <p><strong>Tujuan: </strong>Untuk mengetahui hubungan disfagia dengan kejadian gangguan elektrolit pada pasien stroke iskemik yang dirawat di bangsal saraf RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.</p> <p><strong>Metode: </strong>Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan metode <em>cross sectional</em>. Penelitian ini dilakukan di bangsal saraf RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau dari Agustus – November 2023.</p> <p><strong>Hasil: </strong>Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 42,5% pasien stroke iskemik mengalami disfagia dengan karakteristik mayoritas berusia 51-60 tahun (41,2%) berjenis kelamin laki-laki (58,8%) dengan frekuensi serangan stroke pertama kali (52,9%) dan mayoritas memiliki faktor risiko multipel (70,6%). Kadar elektrolit pasien disfagia mayoritas menurun. Lokasi lesi pasien disfagia terbanyak pada subkortikal dan gabungan (35,3%).Terdapat hubungan yang bermakna antara disfagia dengan kejadian gangguan elektrolit (p=0.000)</p> <p><strong>Diskusi: </strong>Kurangnya asupan cairan yang tidak mencapai kebutuhan optimal dapat menjadi risiko dehidrasi yang berpengaruh terhadap gangguan elektrolit. Disfagia secara langsung mengganggu kemampuan untuk makan dan minum sehingga intake tidak kuat. Hal ini dapat mempengaruhi keseimbangan air dan elektrolit.</p> <p><strong>Kata Kunci: </strong>disfagia, gangguan elektrolit, stroke iskemik</p>Riki Sukiandra
Hak Cipta (c) 2025 NEURONA
2025-03-062025-03-0640310.52386/neurona.v40i3.518Perkembangan Pendekatan Terapi Myasthenia Gravis
https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/601
<p>Myasthenia gravis (MG) adalah gangguan autoimun kompleks yang memerlukan pendekatan pengobatan multifaset untuk mengelola gejala dan meningkatkan kualitas hidup. Spektrum perawatan berkisar dari terapi simptomatik hingga agen imunosupresif canggih dan intervensi bedah. Editorial ini mengulas berbagai modalitas pengobatan untuk MG, menyoroti mekanisme, aplikasi, dan hasilnya.</p>Mawaddah Ar Rochmah
Hak Cipta (c) 2025 NEURONA
2025-03-062025-03-06403