https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/issue/feed Majalah Kedokteran Neurosains Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia 2025-10-04T15:39:30+07:00 Mawaddah Ar Rochmah neurona.perdossi@gmail.com Open Journal Systems <div style="display: none;"> </div> <div style="display: none;"> </div> <p>Neurona merupakan satu-satunya jurnal yang memuat perkembangan penelitian dan kasus terbaru bidang neurosains di Indonesia. Jurnal ini diterbitkan setiap 3 bulan sekali oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf (PERDOSNI) Pusat di Indonesia.</p> <p>Sudah terakreditasi oleh kementrian pendidikan tinggi sejak tahun 2015 No.12/M/Kp/II/15 dan terindeks pada Google Scholar, Science and Technology Index (SINTA) dan Garba Rujukan Digital (GARUDA).</p> https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/559 Profil Pasien Carpal Tunnel Syndrome di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2020-2023 2024-02-21T07:42:59+07:00 Syifa Azka Khairina syifaazkak@gmail.com <p style="font-weight: 400;"><em>Carpal Tunnel Syndrome </em>(CTS) disebabkan oleh terjepitnya saraf medianus pada terowongan karpal dan dapat berpotensi menjadi penyebab disfungsi tangan. Hal ini mengakibatkan penurunan produktivitas bahkan distabilitas fungsional. Angka kejadian CTS di dunia cukup tinggi, tetapi sering terjadi keterlambatan diagnosis yang mengakibatnya beratnya severitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil pasien <em>carpal tunnel syndrome</em> di RSUP Dr. M. Djamil Padang.</p> <p style="font-weight: 400;">Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan desain <em>cross-sectional</em>. Terdapat 67 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan ekskulsi diambil dengan teknik total sampling menggunakan data rekam medis pasien CTS tahun 2020-2023 yang melakukan pemeriksaan elektromiografi (EMG). Hasil ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi.</p> <p style="font-weight: 400;">Hasil penelitian ini menunjukkan kejadian CTS lebih sering terjadi pada usia ≥ 40 tahun (85,1%), jenis kelamin perempuan (83,6%), dan severitas berat (50,7%). Faktor risiko terjadinya CTS sering ditemukan pada pasien obesitas (38,8%), sedangkan DM hanya ditemukan pada sebagian kecil pasien (7,5%), serta dengan kelompok aktivitas pekerjaan sedang (71.6%) %) yang mayoritas berprofesi sebagai ibu rumah tangga (47,76%). Sebagian besar (82,1%) pasien mengalami CTS bilateral. Severitas CTS meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan peningkatan BMI. Hampir semua pasien (98,5%) CTS dengan severitas ringan hingga berat mendapatkan tatalaksana konservatif.</p> <p style="font-weight: 400;">Kesimpulan penelitian ini adalah CTS lebih sering terjadi pada perempuan dan pada usia ≥ 40 tahun. Severitas berat lebih banyak dialami pasien. Komorbid sebagai faktor risiko yang paling banyak ditemukan adalah obesitas. Pasien CTS yang ditemukan banyak berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Perlu dilakukan penelitian multivariat guna meneliti lebih lanjut mengenai hubungan antar variabel.</p> <p style="font-weight: 400;">Kata Kunci : bilateral, faktor risiko, karakteristik, severitas, usia</p> 2025-10-04T00:00:00+07:00 Hak Cipta (c) 2025 Majalah Kedokteran Neurosains Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/791 Tetanus HUBUNGAN ANTARA STATUS VAKSINASI DENGAN TINGKAT KEPARAHAN TETANUS DI RSUD BANTEN 2025-07-05T09:02:00+07:00 Zahra Adinda Pradyaharini arajdda@gmail.com Ahmad Irwan Rusmana ahmad.irwan@untirta.ac.id Louisa Ivana Utami louisa.ivana@untirta.ac.id <div> <p><strong><span lang="IN">Pendahuluan: </span></strong><a name="OLE_LINK3"></a><a name="OLE_LINK4"></a><a name="OLE_LINK1"></a><a name="OLE_LINK2"></a><span lang="IN">Tetanus merupakan penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh <em>Clostridium tetani. </em>Gejala klinis dari tetanus dapat dinilai menggunakan <em>Phillips score, Dakar Score, dan Ablett Score</em>. Tetanus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang karena akses imunisasi yang buruk.</span></p> </div> <div> <p><strong><span lang="IN">Tujuan: </span></strong><span lang="IN">Analisis hubungan antara status vaksinasi dengan tingkat keparahan tetanus&nbsp;di Banten.<span class="apple-tab-span"><strong>&nbsp;&nbsp;&nbsp; </strong></span></span></p> </div> <div> <p><strong><span lang="IN">Metode: </span></strong><span lang="IN">Penelitian menggunakan desain <em>cross – sectional</em> retrospektif. Menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien tetanus yang dirawat di RSUD Banten selama periode 2022 – 2024. Tingkat keparahan tetanus dinilai berdasarkan <em>Ablett’s Score</em>. Subjek penelitian terdiri dari total sampling seluruh pasien 73 pasien tetanus tahun yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, yang diambil menggunakan teknik <em>total sampling. </em>Analisis hubungan antara status vaksinasi dan tingkat keparahan dilakukan menggunakan uji statistik korelasi<em> Spearman </em>dengan aplikasi SPPS<em>.</em></span></p> </div> <div> <p><strong><span lang="IN">Hasil: </span></strong><span lang="IN">Sebanyak 94,5% pasien tidak memiliki riwayat vaksinasi tetanus. Pada kelompok pasien tanpa vaksinasi, 55,1% mengalami keparahan berat. Seluruh pasien yang divaksinasi (5,5%) mengalami gejala ringan. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status vaksinasi dan tingkat keparahan pada pasien tetanus di RSUD Banten (p – value = 0,079 ; r = 0,207).</span></p> </div> <div> <p><strong><span lang="IN">Diskusi: </span></strong><span lang="IN">Tidak terdapat hubungan signifikan antara status vaksinasi dan tingkat keparahan tetanus (p = 0,079), namun terdapat korelasi positif lemah (r = 0,207) mengindikasi kecenderungan keparahan lebih tinggi pada pasien tanpa adanya riwayat vaksinasi.</span></p> </div> <div> <p><strong><span lang="IN">Kata kunci: </span></strong><span lang="IN">Tetanus, Vaksinasi Tetanus, Tingkat Keparahan Tetanus, Ablett Skor</span></p> </div> 2025-10-04T00:00:00+07:00 Hak Cipta (c) 2025 Majalah Kedokteran Neurosains Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/615 PERAN ANALISIS SUARA DALAM DETEKSI DINI KOGNITIF PADA LANSIA: STUDI PENDAHULUAN 2024-07-29T10:33:37+07:00 Kevin Kristian kevin.kristian@atmajaya.ac.id Paskalis Adhitya paskali.20210602053@student.atmajaya.ac.id Andrea Tirta Wening andrea.202106020010@student.atmajaya.ac.id Novelya Indrawan novelya.202106000137@student.atmajaya.ac.id Feryandinata Indrajaya feryand.202104510024@student.atmajaya.ac.id Michael Yauw michael.202104510012@student.atmajaya.ac.id <p><strong>ABSTRAK</strong></p> <p><strong>Pendahuluan: </strong>Peningkatan angka harapan hidup membuat pentingnya kemampuan kognitif lansia. Kebutuhan diagnosis hendaya kognitif dengan waktu cepat membuat instrumen yang tersedia saat ini menjadi tidak sesuai. Standarisasi dari penggunaan analisis suara untuk penialian kognitif dibutuhkan untuk diagnosis yang cepat.</p> <p><strong>&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; Tujuan: </strong>Mengetahui hubungan komponen suara dengan hendaya kognitif pada lansia.</p> <p><strong>&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; Metode:</strong> Penelitian potong lintang yang bersifat deskriptif dan analitik pada lansia usia <u>&gt;</u> 60 tahun yang tidak memiliki gangguan penglihatan dan pendengaran. Dari total 107 lansia yang memenuhi kriteria inklusi akan dilakukan pemeriksaan kognitif menggunakan MoCA-INA dan dikategorikan menjadi kelompok normal dan dengan hendaya kognitif.</p> <p><strong>&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; Hasil:</strong> Sebagian besar responden penelitian berusia 61 – 70 tahun (57,9%), tidak rapuh (93,5%), memiliki multimorbiditas (60,74%), memiliki kebiasaan berolahraga (66,4%) dan memiliki frekuensi formant 1 (F1) vokal /e/ <u>&lt;</u>500,9 Hz (50,5%). Hasil analisis univariat menunjukkan F1 vokal /e/ dengan variabilitas yang sangat tinggi (107041,294) dan analisis <em>compare means </em>pada F1 vokal /e/ dengan hubungan yang signifikan (<em>p</em>=0,034).</p> <p><strong>&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; Diskusi:</strong> Sebagian besar lansia pada penelitian ini tidak memiliki hendaya kognitif. Terdapat hubungan antara F1 vokal /e/ dengan hendaya kognitif pada cut=off skor MoCA-INA 22. Tidak terdapat hubungan antara usia, kebiasaan olahraga, multimorbiditas, frekuensi fundamental vokal /a/ dan /e/, amplitudo vokal /a/ dan /e/, F1 dan F2 vokal /a/, serta F2 vokal /e/.</p> <p><strong>&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; Kata Kunci: </strong>analisis suara, forman 1 (F1), hendaya kognitif, lansia</p> 2025-10-04T00:00:00+07:00 Hak Cipta (c) 2025 Majalah Kedokteran Neurosains Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/721 HUBUNGAN KADAR GULA DARAH SEWAKTU DENGAN NEUROPATI DIABETIK PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 2025-01-13T08:23:12+07:00 Mei Lisa meilisaaa21305@gmail.com Lipinwati Lipinwati lipinwati_fkik@unja.ac.id Attiya Istarini attiyaistarini@unja.ac.id Ahmad Syauqy asqyjbi@gmail.com Nyimas Natasha Ayu Shafira nyimas_natasha@unja.ac.id <p><strong>ABSTRAK</strong></p> <p><strong>Pendahuluan</strong>: Diabetes melitus dapat menyebabkan komplikasi mikrovaskular, salah satunya adalah neuropati, yang dipicu oleh hiperglikemia persisten.</p> <p><strong>Tujuan</strong>: Mengetahui hubungan antara kadar gula darah sewaktu dan kejadian neuropati diabetik pada pasien diabetes melitus tipe 2.</p> <p><strong>Metode</strong>: Penelitian observasional analitik dengan desain cross-sectional, melibatkan 92 pasien diabetes melitus tipe 2. Neuropati dinilai menggunakan DNS-Ina, sedangkan kadar gula darah diperoleh dari pemeriksaan laboratorium. Analisis data dilakukan dengan uji Chi-square.</p> <p><strong>Hasil</strong>: Sebanyak 53,3% responden tidak mengalami hiperglikemia, sementara 82,3% mengalami neuropati diabetik. Uji Chi-square menunjukkan nilai <em>p</em> 0.017 dengan rasio odds 4.568, yang mengindikasikan hubungan signifikan antara kadar gula darah sewaktu dan neuropati diabetik.</p> <p><strong>Kesimpulan</strong>: Terdapat hubungan signifikan antara kadar gula darah sewaktu dengan kejadian neuropati diabetik pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD H. Abdul Manap Kota Jambi.</p> <p><strong>Kata kunci</strong>: Neuropati diabetik, gula darah sewaktu, diabetes melitus tipe 2</p> 2025-10-04T00:00:00+07:00 Hak Cipta (c) 2025 Majalah Kedokteran Neurosains Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/512 Tingkat Kejadian Carpal Tunnel Syndrome pada Penjual Rujak di Lokasi Wisata Pulau Ambon Tahun 2023 2023-12-16T17:00:58+07:00 Imanuela Krista imanuelakristagaspersz@gmail.com <p><strong>Pendahuluan:</strong> Rujak merupakan satu kuliner tradisional yang terkenal, dalam kegiatan mengulek rujak para penjual lebih banyak menggunakan gerakan pada pergelangan tangan yang dapat menimbulkan risiko <em>carpal tunnel syndrome</em> (CTS) yaitu gejala yang timbul akibat gerakan berulang dalam waktu lama sehingga menyebabkan penekanan pada saraf medianus yang melewati terowongan karpal.&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;</p> <p><strong>Tujuan: </strong>Prevalensi CTS pada penjual rujak belum diketahui secara pasti untuk itu penulis melakukan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi <em>carpal tunnel syndrome</em> pada penjual rujak di lokasi wisata pesisir pantai pulau Ambon tahun 2023</p> <p><strong>Metode: </strong>Penelitian ini dilakukan di pantai Natsepa dan pantai Tapal Kuda pada bulan september 2023. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan sumber data berasal dari data primer yang menggunakan pendekatan cross-sectional dan menggunakan metode total sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan cara berintreaksi secara langsung dengan responden di tempat penelitian dalam proses pengisian Kuesioner <em>Carpal Tunnel Syndrome</em> Boston.</p> <p><strong>Hasil:</strong> Dari 43 sampel penjual rujak yang menjadi subyek pada penelitian ini didapatkan hasil prevalensi <em>carpal tunnel syndrome </em>sebesar 74% pada penjual rujak dengan prevalensi tertinggi ada pada rentang usia 45-59 tahun, kategori indeks massa tubuh normal, 18 tahun masa kerja dan 40 jam lama kerja.</p> <p><strong>Diskusi: </strong>Prevalensi <em>carpal tunnel syndrome</em> pada penjual rujak yang mengalami CTS dipengaruhi gerakan berulang disertai faktor risiko lainnya yaitu usia, indeks massa tubuh, massa kerja serta lama kerja.</p> <p><strong>Kata Kunci: </strong><em>Carpal </em><em>t</em><em>unnel </em><em>s</em><em>yndrome, </em>Prevalensi CTS, Penjual rujak.</p> 2025-10-04T00:00:00+07:00 Hak Cipta (c) 2025 Majalah Kedokteran Neurosains Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/673 Gangguan Fungsi Bahasa Meningkatkan Risiko Kualitas Hidup Buruk pada Lansia 2024-12-05T05:04:49+07:00 Mas Eaufrat Piustan maseaufrat.maseaufrat@gmail.com Yuda Turana yuda.turana@atmajaya.ac.id Yvonne Suzy Handajani yvonne.hand@atmajaya.ac.id Kevin Kristian kevin.kristian@atmajaya.ac.id <p>Pendahuluan: Kualitas hidup lansia perlu untuk mendapat perhatian. Fungsi bahasa sangat erat <br>kaitannya dalam menentukan individu yang rentan terhadap penurunan kualitas hidup. <br>Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sosiodemografi, fungsi bahasa, social <br>engagement, dan frailty dengan kualitas hidup pada lansia. <br>Metode: Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan 100 responden berusia ≥ 60 tahun. <br>Kualitas hidup diukur menggunakan WHOQOL-BREF, fungsi bahasa diukur menggunakan CERAD <br>Verbal Fluency, social engagement diukur menggunakan Indeks Social Disengagement, frailty diukur <br>menggunakan Fried Frailty Index, dan sosiodemografi diukur menggunakan wawancara dengan <br>instrumen yang sudah divalidasi. <br>Hasil: Analisis chi-square menunjukkan hubungan fungsi bahasa dengan domain psikologis, hubungan <br>sosial, dan lingkungan (p&lt;0,05). Jenis kelamin hanya bermakna dengan domain lingkungan. Frailty <br>berhubungan dengan domain psikologis, hubungan sosial, kualitas hidup keseluruhan, dan kepuasan <br>terhadap kesehatan. Analisis multiple logistic regression menunjukkan fungsi bahasa menjadi faktor <br>risiko gangguan domain psikologis (OR=3,335; 95%CI=1,376-8,082), hubungan sosial (OR=3,473; <br>95%CI=1,376-8,763), dan lingkungan (OR=4,649; 95%CI=1,057-20,442). Frailty menjadi faktor risiko <br>gangguan domain psikologis (OR=3,274; 95%CI=1,069-10,022) dan kepuasan terhadap kesehatan <br>(OR=3,378; 95%CI=1,105-10,328). Wanita menjadi faktor protektif dari gangguan domain lingkungan <br>(OR=0,159; 95%CI=0,036-0,694). <br>Diskusi: Gangguan fungsi bahasa meningkatkan risiko gangguan psikologis, hubungan sosial, dan <br>lingkungan. Wanita menjadi faktor protektif terhadap gangguan domain lingkungan. Frailty <br>meningkatkan risiko gangguan domain psikologis dan kepuasan terhadap kesehatan. <br>Kata Kunci: Frailty, fungsi bahasa, kualitas hidup, lansia, usia</p> 2025-10-04T00:00:00+07:00 Hak Cipta (c) 2025 Majalah Kedokteran Neurosains Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/726 PENILAIAN PENGETAHUAN MASYARAKAT AWAM MENGENAI PENYAKIT PARKINSON DI RSUD CIAWI SERTA PERAN POTENSIAL EDUKASI 2025-02-03T08:13:57+07:00 Grace Keren gracekeren303@gmail.com <p><strong>Pendahuluan:</strong> Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif paling umum kedua setelah penyakit Alzheimer, dengan angka kejadian yang meningkat seiring dengan peningkatan usia harapan hidup dan industrialisasi. Diagnosis penyakit Parkinson sering terlambat karena kurangnya kesadaran dan pengetahuan perihal gejalanya, sehingga menyebabkan berkurangnya kualitas hidup penderitanya, disertai stigma dan tantangan sosial.</p> <p><strong>Tujuan : </strong>Mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat awam di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ciawi mengenai penyakit Parkinson serta peran potensial edukasi</p> <p><strong>Metode:</strong> Studi kuasi-eksperimental dilakukan di ruang tunggu klinik neurologi RSUD Ciawi. Responden diminta mengisi lembar pre-test yang mencakup kuesioner yang telah divalidasi perihal pengenalan gejala serta pengetahuan umum tentang penyakit Parkinson. Kemudian, kami melakukan edukasi berupa presentasi dan diskusi interaktif selama 30 menit, diikuti pembagian selebaran edukasi. Terakhir, responden diminta mengisi post-test.</p> <p><strong>Hasil:</strong> Dari total 106 responden, pada pre-test, sebagian besar (71.7%) tingkat pengetahuan responden adalah kurang, diikuti tingkat pengetahuan cukup (20.8%) dan baik (7.5%). Kurang dari separuh (48.6%) responden mengenali gerakan melambat sebagai gejala penyakit Parkinson, dan mengenali depresi pada penyakit Parkinson. Sebagian besar responden (80.4%) mengetahui efek olahraga pada penyakit Parkinson serta lebih banyak responden (57.9%) mengetahui bahwa pengobatan bersifat mengurangi gejala. Setelah mendapat edukasi, hasil post-test menunjukkan bahwa mayoritas tingkat pengetahuan responden adalah cukup (46%), baik (45%), dan kurang (15%). Dengan uji <em>t-test </em>berpasangan, program edukasi signifikan meningkatkan pengetahuan responden mengenai penyakit Parkinson (p&lt;0.05).</p> <p><strong>Diskusi:</strong> Mayoritas tingkat pengetahuan masyarakat awam perihal penyakit Parkinson adalah kurang, namun mengalami perbaikan setelah mendapatkan edukasi. Edukasi berperan penting dalam meningkatkan pengetahuan perihal penyakit Parkinson.</p> <p><strong>Kata Kunci : </strong>Penyakit Parkinson, Masyarakat Awam, Pengetahuan, Edukasi</p> <p>&nbsp;</p> 2025-10-04T00:00:00+07:00 Hak Cipta (c) 2025 Majalah Kedokteran Neurosains Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/685 MAGNESIUM SULFAT DALAM TATALAKSANA TETANUS GENERALISATA: SEBUAH LAPORAN KASUS DAN TINJAUAN LITERATUR SINGKAT 2025-10-04T14:45:20+07:00 I Made Adhi Kresnayana Danerdi kresnayanaadhi@gmail.com <p><strong>Latar Belakang</strong>: Tetanus merupakan gangguan neurologis fatal yang ditandai oleh adanya spasme <br>otot, hipertonia, dan disfungsi otonom. Magnesium sulfat merupakan obat yang tersedia luas dan <br>memiliki kemampuan untuk menghambat pelepasan katekolamin serta mengantagonis kerja kalsium <br>pada kardiomiosit dan celah neuromuskular. Oleh karena itu, agen ini dapat dimanfaatkan sebagai <br>terapi adjuvan untuk mengontrol spasme otot dan mencegah terjadinya disfungsi otonom pada <br>tetanus. Akan tetapi penggunaan magnesium sulfat saat ini masih sangat jarang karena adanya <br>kekhawatiran akan terjadinya paralisis otot ketika diberikan secara berlebih. <br><strong>Kasus</strong>: Seorang pasien laki-laki berusia 48 tahun datang dengan keluhan kesulitan membuka mulut, <br>kaku pada leher, kesulitan menelan, dan kaku pada area perut beberapa hari setelah membersihkan <br>giginya yang mengalami karies dengan menggunakan pemotong kuku. Tidak ada riwayat kejang, <br>demam, trauma, atau pembedahan sebelumnya. Pasien didapatkan sadar baik, stabil secara <br>hemodinamik, dan normotermia. Pasien kemudian didiagnosis dengan tetanus generalisata dan <br>mendapatkan terapi imunoglobulin tetanus, sedatif, antikonvulsan, and analgetik. Magnesium sulfat <br>juga diberikan sejak hari pertama perawatan dan dipertahankan hingga hari ketujuh perawatan. <br>Selama minggu pertama perawatan, pasien mengalami perbaikan klinis dan stabil secara <br>hemodinamik. Pada hari perawatan keempat belas didapatkan perbaikan signifikan pada trismus dan <br>disfagia serta tidak ditemukan lagi adanya kaku kuduk dan rigiditas abdomen. Pasien kemudian <br>dipulangkan dari rumah sakit.<br><strong>Kesimpulan</strong>: Diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat sangatlah penting untuk mencegah <br>kematian akibat tetanus. Meskipun terdapat kekhawatiran akan efek paralisis otot dari magnesium <br>sulfat, laporan kasus ini membuktikan bahwa magnesium sulfat aman dan efektif dalam mengurangi <br>kejang otot dan mencegah disfungsi otonom pada pasien tetanus. <br><strong>Kata Kunci</strong>: Magnesium sulfat, MgSO4, Tetanus, Spasme</p> 2025-10-04T00:00:00+07:00 Hak Cipta (c) 2025 Majalah Kedokteran Neurosains Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia https://ejournal.neurona.web.id/index.php/neurona/article/view/842 Neurointervensi 2025-10-04T09:07:20+07:00 Fajar Prabowo Fajarneuro@gmail.com <p><span style="font-weight: 400;">Sejarah Neurointervensi dimulai pertama kali oleh Prof. Egas Moniz, seorang kebangsaan Portugese yang mendapatkan perhargaan Nobel kedokteran melakukan penemuan prosedur angiografi pada tahun 1928 kemudian berkembang menjadi suatu prosedur minimal invasive. Prosedur ini dilakukan pada pasien dengan kelainan pembuluh darah otak dan medula spinalis seperti, stroke, aneurisma, malformasi pembuluh darah dan tumor otak. Di Indonesia, prosedur neurointervensi dilakukan oleh seorang neurologist, radiologist dan neurosurgeon yang telah menyelesaikan pendidikan tambahan fellowship neurointervensi vaskular, neuroradiologi atau bedah saraf vaskular. Khusus perkembangan neurointervensi di Indonesia tidak lepas dari perjuangan dr.Fritz Sumantri Usman pada tahun 2008 yang telah menyelesaikan pendidikannya dari Egas Moniz Neurointervention dan Stroke Fellowship di Sir Ganga Ram Hospital New Delhi India, kemudian dari seorang diri menjadi 10 orang pada tahun 2011, hingga pada tahun 2025 ini telah terdapat 152 neurointervensionis yang tersebar di seluruh Indonesia. Pendidikan fellowship yang ditempuh saat ini tidak hanya berasal dari India, tetapi juga dari Korea Selatan, Vietnam, Cina, Austria dan terdapat 8 Rumah Sakit di Indonesia yang menyelenggarakan pendidikan fellowship neurointervensi vaskular. Berbagai tindakan endovakular yang dilakukan seorang neurointervensionist seperti mekanikal trombektomi telah menjadi standar pelayanan dalam penanganan stroke akut, begitu juga dengan berbagai prosedur endovaskular lainya dengan minimal invasif menawarkan keuntungan dibandingankan tindakan operasi. Semoga neurointervensi Indonesia dapat terus berkembang dan memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi masyarakat Indonesia. Sesuai yang tercantum dalam mars derap neurointervensi, mula cita menanjak dan mendaki, bukan mudah satukan langkah kaki, tekad baja demi ibu pertiwi, bangun Neurointervensi. Jaya Neurointervensi.</span></p> 2025-10-04T00:00:00+07:00 Hak Cipta (c) 2025 Majalah Kedokteran Neurosains Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia